06 Desember 2023, Desa Margodadi mengapresiasi dengan adanya pencak silat Pesaudaran Setia Hati Terate ( PSHT ). Persaudaraan Setia Hati Terate. di desa margodadi sendiri di buka pada tahun 2017, dibuka oleh mas Sugiman,yang sekarang menjadi ketua Rayon Margodadi. dengan adanya psht di margodadi pemerintahan desa margodadi sangat mengapresiasi bapak kepala desa Margodadi Noven Fahri, Memberikan support dengan memberikan matras untuk lantai dengan anggaran dana desa tahun 2023 yang masuk dalam BIDANG PEMBINAAN KEMASYARAKATAN.
agar didalam latihan menjadi lebih efesien, kepala desa margodadi mengharapkan dengan adanya psht di margodadi bisa memberikan dampak positif untuk desa dan masyarakat sekitar. Pada tahun 1922, Ki Hadjar Hardjo Oetomo (EBI: Ki Hajar Harjo Utomo) salah satu pengikut aliran pencak silat Setia Hati yang berasal dari Pilangbango, Madiun meminta izin kepada Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo untuk mendirikan pusat pendidikan pencak silat dengan aliran Setia Hati. Niat ini dilatarbelakangi keadaan saat itu di mana ilmu pencak silat hanya diajarkan kepada mereka yang memiliki status bangsawan seperti bupati, wedana atau masyarakat bangsawan yang memiliki gelar raden, sehingga Ki Hardjo Oetomo berniat agar ilmu pencak silat ini bisa dipelajari oleh rakyat jelata dan pejuang perintis kemerdekaan Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo setuju atas ide ini asalkan pusat pendidikan nanti harus memiliki nama yang berbeda. Akhirnya didirikanlah SH PSC (Persaudaraan Setia Hati "Pemuda Sport Club").[7] Pengikut Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo yang lain yang telah terhasut[8] beberapa pihak mengganggap pembukaan SH PSC sebagai sebuah pengkhianatan sehingga SH PSC dianggap "SH murtad".[4] Kelak, pihak-pihak yang mendukung pemurnian aliran Setia Hati dan mengklaim sebagai penerus sah ajaran Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo ini tergabung dalam SH Panti.[9] Selain itu, adanya tempat latihan ini dianggap oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai sarana untuk melawan pemerintah kolonial sehingga Ki Hardjo Oetomo ditangkap dan menjalani hukuman pembuangan Belanda di Jember, Cipinang, dan Padangpanjang.[5] Sistem yang dianut SH PSC ini adalah sistem paguron (perguruan) di mana guru ditempatkan pada tingkat tertinggi sebagai patron perguruan. Sistem pendidikan inilah yang menjadi cikal bakal Persaudaraan Setia Hati Terate.